Sorak-sorak riuh terdengar di sebuah ruang kelas. bel masuk sudah lama berbunyi, tapi tak bisa membuat suasana kelas itu menjadi hening. Tentu saja, karena guru yang kebagian jadwal untuk mengajar dikelas itu masih belum menampakan batang hidungnya. Hal langka seperti ini takkan pernah dilewatkan oleh semua yang ada di kelas itu. Suara teriakkan yang membahana di seluruh penjuru kelas seakan angin yang berhembus pelan. Tak mereka hiraukan sama sekali. Mungkin saja itu bisa menarik guru yang semula tak ada di kelas menjadi ada di kelas itu tapi entahlah, mungkin mereka terbawa suasana yang sangat menggembirakan.
Ckreekk..
“semuanya diam!” teriak seorang wanita paruh baya sembari membenahkan kacamata yang bertengger di punggung hidungnya.
Sontak semua yang ada di ruangan itu menoleh kearah sumber suara yang begitu keras. Mereka kaget dibuatnya. Dalam sekejap mereka segera berlarian menuju bangku masing-masing. Lalu pandangan mereka tertuju pada seorang gadis berambut panjang yang berada di samping Bu Tyas –guru tadi-.
“pagi anak-anak” kata Bu Tyas
“pagi buu…” kor anak-anak yang ada di kelas
“sekarang kita kedatangan murid baru. Ayo silakan perkenalkan dirimu!” Bu Tyas mempersilakan gadis itu untuk memperkenalkan dirinya.
“perkenalkan namaku Sivia Azizah, panggil aja Sivia atau Via. Aku pindahan dari Bandung, mohon bantuannya ya teman-teman” yap, gadis itu bernama Sivia atau bisa dipanggil juga Via. Dia menyunggingkan senyum tipisnya, tatapannya seakan tak pernah lepas dari sosok yang sedang menggerakkan pensil di atas kertas.
Rio menyadari tatapan Sivia yang menuju kearah bangkunya. Dia memperhatikan baik-baik, apakah mungkin dirinya yang diperhatikan oleh sivia ataukah ada hal yang lainnya. Oohh.. jadi ini yang Sivia perhatikan.. batin Rio sambil tersenyum.
Rio menyikut lengan Alvin –teman sebangkunya-, “hei Vin..”
Alvin menoleh kearah Rio, “kenapa?” tanyanya berbisik.
“lihat tuh cewek yang lagi perkenalan di depan kelas!” pinta Rio
Alvin mengalihkan pandangannya tepat pada seorang gadis yang –diam-diam- tersenyum kearahnya. Alvin mengerutkan keningnnya, emang kenapa batinya.
“Sivia kamu duduk disamping Shilla, disitu!” Bu Tyas menunjuk bangku seorang gadis yang duduk sendirian.
Sivia mengangguk, kemudian berjalan kearah bangku yang akan ia singgahi. Senyuman selalu tampak di wajah cantiknya. Tapi, senyuman itu hanya ditunjukkan kepada seorang lelaki yang duduk di bangku pojok kanan paling belakang.
“Alvin…” bisik Rio
Alvin menghela nafas, “kenapa sih Yo?” tanyanya
“loe liat ga sih anak baru itu?”
Alvin menatap Rio bingung, lalu dia menatap anak baru itu. “emangnya kenapa sama anak baru itu?”
“dia perhatiin elo terus Vin”
“terus?” tanya Alvin masih bingung
“nabrak bego’!!” sebal Rio.
Alvin kembali meneruskan aktifitasnya yang diganggu oleh rio dengan hal yang –menurutnya- tidak penting.
Rio yang melihat Alvin kembali mencoret-coret kertas kesal dibuatnya. Gimana ga kesel coba? Kalau dia ngomong Alvin malah nyuekin. Rio menarik kertas yang Alvin coret-coret.
“apa’an sih elo Yo!!” kesal Alvin.
Semua menatap Alvin. Bu Tyas yang tadi masih mencoret-coret whiteboard menuliskan sederet rumus fisika tentang kalor, menatap Alvin bingung.
“ada apa Alvin?” tanya Bu Tyas
“eh, anuu bu, ini Rio gangguin saya bu!!” adu Alvin kemudian menarik kertasnya yang diambil Rio.
Rio menyikut lengan Alvin keras. Dia tak terima diaduin ke Bu Tyas. Alvin menoleh kearah Rio. Alvin menatap Rio kesal, nyebelin banget sih ni anak! Batinnya.
“Rio!! jangan ganggu Alvin, ayo semuanya kembali mencatat rumus ini!” pinta Bu Tyas menengahi.
Alvin kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat diganggu oleh Rio –lagi-. Sebenarnya yang dilakukan Alvin bukanlah mencatat sederet rumus yang dituliskan oleh Bu Tyas. Dia mencoret-coret kertas asal. Rio yang sudah melihat apa yang tergambar pada kertas itu. Tidak mengerti bentuk apa yang tercipta dalam selembar kertas putih yang penuh dengan coret-coretan pensil itu. Rio tak menghiraukan apa yang sedang di gambar oleh Alvin. Dia kembali mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Bu Tyas. Nanti saja ngomongnya sama Alvin, kalau sekarang waktunya kurang tepat, batinnya.
*
Alvin dan Rio memutuskan untuk bermain bola dilapangan sekolah. karena, bel istirahat baru saja terdengar di seluruh penjuru sekolah.
Di lapangan sekolah banyak siswa yang bermain sepak bola, basket, dan ada juga yang menonton. Alvin dan rio bergabung dengan teman-temannya yang sudah memulai permainan mereka. 10 menit berlalu, meski belum terlalu lama. Tapi keringat sudah membanjiri seragam putih biru yang mereka kenakan. Karena istirahat sebentar lagi akan berakhir, mereka mengakhirinya. Kemudian mereka menuju kekantin untuk membeli minum. Suasana kantin sudah mulai sepi, mungkin bisa dihitung dengan jari jumlah makhluk hidup yang masih ada di kantin. Alvin dan Rio memesan air mineral dingin. Kemudian duduk dibangku kantin. Alvin mengibas-kibaskan seragamnya yang penuh dengan keringat. Guna memberikan sedikit angin untuk menghilangkan kegerahanya.
“eh Vin, loe tau gak kalau ada yang naksir elo?” tanya Rio sembari meminum air mineralnya.
Alvin menatap Rio penuh tanda tanya, “hah? Ada yang naksir gue? Siapa?”
“elo mau tau?”
“jujur apa gak nih jawabnya?”
“ya jujurlah Vin, bego lo!”
Pletak! Alvin menjitak kepala Rio. Rio yang kena jitak hanya nyengir dengan watadosnya.
“jujur, gue ga tertarik tuh!” tukas Alvin ketus.
Rio mencibir. Gila kali nih anak! Ditaksir gamau!! Batin Rio. “masa sih Vin?” tanya Rio. “nanti kalau loe tiba-tiba naksir cewek itu gimana?” tambah Rio.
Alvin berpikir sejenak, “ya gak gimana-gimanalah, emang mau loe gue gimana?”
“naksir dia! Gue restuin deh Vin. Itung-itung buat rekor ‘PANGERAN ES NAKSIR CEWEK!!’ bakalan jadi Trending Topik tuh Vin” kata Rio dengan semangat yang berkoar-koar.
“halah lebeh lu yo!!”
“bodo, yang penting happy bro….”
Kringg…
Bel masuk sudah menjerit-jerit. Semua siswa/i yang masih diluar kelas segera bergegas kembali kekelas. Memulai pelajaran sesuai yang ada di jadwalnya.
*
Alvin menghempaskan tubuhnya di kasur. Yap, Alvin sekarang berada di kamar tercintanya. Kamar Alvin sangat sederhana. Dinding yang bercat putih bersih, dan banyak koleksi DVD lagu atau film barat ataupun dalam negri. Banyak juga mainan mobil balap dikamarnya dan seprai kasurnya yang berwarna putih dan bermotifkan bola.
Alvin melepas dasinya, kemudian mengambil T-shirt dan celana pendek di lemarinya dan segera bergegas mengganti seragam sekolahnya di kamar mandi yang memang terletak dikamarnya. Selesai mengganti baju, Alvin mengambil i-pod nano biru miliknya dan memilih lagu yang ingin didengarnya. Alvin membaringkan tubuhnya dikasur –lagi-, menghayati lagu yang sedang didengarkannya. Pikirannya pun melayang dengan apa yang dibicarakan Rio dengannya di kantin tadi. Sebenernya Alvin sempat merasa senang saat Rio mengatakan ada yang menyukai dirinya. Memang banyak yang menyukai dirinya, tapi entah mengapa baru kali ini Dia merasa sedikit senang didalam hatinya (ingat sedikit lhoo..).
“siapa sih yang naksir gue?” gumannya. Alvin memejamkan matanya yang sipit. Kemudian ujung bibirnya terangkat. Membentuk senyuman.
Drtt.. drrtt… drrtt…
Suara getar HP Alvin yang ditaruhnya di samping tubuhnya berbaring. Alvin menatap layar LCD HP nya.
1 new messages
Alvin mengerutkan keningnya setelah membaca sederet tulisan yang terpampang jelas di layar LCD HPnya.
“nomer siapa sih ini?”
Hai Alvin ^_^
Sender : 081956******
“halah, pasti Cuma orang iseng. Sebodo amat deh!!” Alvin melemparkan HPnya disamping dia terbaring. Kemudian memejamkan matanya. Diapun terlelap.
*
Alvin mengayuh sepedahnya menuju sekolahnya yang masih agak jauh. Di tengah jalan, Alvin melihat sosok yang sepertinya dia kenal. Gadis berambut panjang digerai, berkulit putih dan mata sipit sama seperti dirinya. Alvin memincingkan matanya, mengingat-ngingat siapa gadis itu.
“Alvin!!” sapa gadis itu. Alvin mengerem sepedahnya di depan gadis itu. Keningnya mengerut, bingung dengan gadis-yang mungkin dikenalnya- itu menyapanya.
“hai Vin, aku Sivia. Inget gak?” katanya sambil tersenyum memamerkan sederet giginya yang putih.
Alvin menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Dia sama sekali lupa dengan penampakan yang ada di depannya ini. “siapa sih?” tanya Alvin.
Wajah sivia yang semula tersenyum sekarang berubah keruh. “aku Sivia, anak baru dikelas kamu Vin!!”
Mulut Alvin membentuk huruf ‘O’ dan kepalanya mengangguk-ngangguk tanda mengerti. “ohh… kok kamu kenal namaku? Kan aku belum kenalan sama kamu?” tanya Alvin yang –ternyata- masih bingung.
Sivia tersenyum, “siapa sih yang gak kenal sama cowok seganteng kamu Vin”
Seketika itu juga wajah Alvin memerah. Terlihat jelas di pipinya yang putih.
Sivia tertawa kecil melihat wajah Alvin yang memerah, “Vin boleh nebeng gak? Aku pengen bareng sama kamu nih?” pinta Sivia.
“Eh, tapi…”
“ayolah Vin, pliess… aku pengen naik sepedah bareng kamu!” rengek Sivia.
“iyadeh, ayook naik. Bisa gak?”
“bisa kok” Sivia berdiri di tempat boncengan sepedah Alvin (apa sih namanya? Aku ga ngerti! Hahah.. :D) . tangan Sivia memegang pundak Alvin.
“udah siap?” tanya Alvin
“siapp boss…”
Alvin mengayuh sepedahnya. Di tengah jalan, Alvin dan Sivia saling melontarkan candaan yang bisa membuat keduannya tertawa.
Sesampainnya di sekolah, Alvin memarkirkan sepedahnya di parkiran khusus sepedah. Kemudian menghampiri Sivia yang menungguinnya di pos satpam.
“ayo Siv” ajak Alvin. Mereka berdua berjalan bersamaan menuju kekelas mereka yang ada dilantai 2.
Setibannya di kelas, Alvin dan Sivia yang tiba di kelas bersamaan membuat pemandangan yang begitu mengherankan di mata penghuni kelas itu. Bagaimana tidak? Seorang Alvin Jonathan bisa berbicara begitu akrabnya dengan seorang cewek? Prince ice yang cuek di hadapan cewek bisa begitu akrabnya berbicara dengan Sivia Azizah yang masih murid baru di kelas ini. Sangat mustahil. Semua yang ada di kelas itu berfikiran kalau ‘Alvin ada rasa dengan Sivia’.
Alvin melihat pandangan teman-temannya aneh kepadanya. Keningnya mengerut, bingung dengan pemandangan aneh yang ada dihadapannya seakan meminta penjelasan ‘kok bisa loe bareng Sivia vin?’. Alvin cuek saja dengan teman-temannya, tak menghiraukannya sama sekali. Dia berjalan kearah bangkunya. Disana terlihat Rio yang masih terbengong-bengong dengan pemandangan yang baru dia lihat, masih tak percaya.
Alvin menepuk pundak Rio, “kenapa loe yo? Kesambet?” tanya Alvin kemudian Alvin membanting pantatnya di bangkunya.
Rio menggelengkan kepalanya, “kok bisa loe bareng sivia Vin?”
“tadi gue ketemu dia dijalan, terus dia mau bareng sama gue. Yaudah gue bonceng deh Sivia” jelas Alvin cuek.
“Vin. Loe suka sama Sivia?” tanya Rio yang membuat Alvin kaget.
“hah? Suka? Ngaco lo yo!!” sangkal alvin nyantai.
“masa sih Vin? Jujur aja deh, gak biasanya loe care sama cewek lho…”
“emang kenapa? Ga boleh, gue gak enak tadi nolak si Sivia”
“gue masih ga percaya!!” ngotot Rio
“yaudah sih, kenapa loe yang repot sih yo?” tanya alvin.
Rio mendengus kesal, “yah harus dong Vin, loe kan sahabat gue dari orok. Gue berhak ngerti dong loe suka sama siapa? Gue aja selalu cerita sama loe! Kenapa loe gak cerita sama gue Vin?”
Alvin menghela nafas perlahan, “gue gak suka sama Sivia Yo. Jujur nih gue!!”
“beneran?” Rio masih belum percaya.
“kok loe gak percaya sama gue sih Yo. Gue kan sahabat loe dari orok. Gue gak pernah bohong sama loe!” jelas alvin yang sudah mulai kesal dengan pertanyaan Rio.
“iya deh gue percaya, awas aja loe kalau loe naksir sama cewek gak bilang-bilang gue!”
“iya, iya” kata alvin lalu mencoret-coret asal kertas yang baru saja ia ambil dari dalam tasnya (hobi baru Alvin: mencoret-coret kertas asal)
Rio yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.
*
Alvin dan Rio bergurau ria bersama teman laki-laki di kelasnya. membentuk sebuah kubu di deretan bangku pojok sebelah kiri. Ada-ada saja yang mereka bicarakan.
“eh Vin, loe something ya sama Sivia?” tanya Patton yang duduk di depan alvin.
Alvin menghela nafas, “kenapa sih semua bilang kalau gue ada something sama Sivia? Padahalkan gue bisa aja sama dia!!” kesal Alvin.
“seloww aja bro” kata Cakka sambil menepuk-nepuk punggung Alvin.
“eh cicak, kenapa tangan loe ada di punggung gue? Maho loe? Idih ogah gue sama loe!” gidik alvin.
Pletakk , satu jitakan mendarat mulus di kepala Alvin.
“maho pala loe peyang!! Untung aja cakka ganteng, baik hati dan tidak sombong ini tidak menonjok wajah jelek si Alvin Jonthan.
“huuu…” koor semua cowok yang ada di deretan bangku pojok kiri.
“eh Cakk, loe sama gue gantengan gue lah kemana-mana malahan!!” narsis Rio.
Tiba-tiba Sivia menghampiri perkumpulan anak laki-laki di kelasnya. dia tersenyum manis kepada sosok yang sedang tertawa terbahak-bahak di bangku yang ia duduki. Rio yang duduk di sebelah Sivia berdiri langsung mengerti apa maksud Sivia. Rio menyikut lengan Alvin, Alvin menoleh kearah rio bingung.
“kenapa?” tanyanya.
“noh..” rio menunjuk Sivia dengan dagunya.
Alvin mengerutkan keningnya, makin tidak mengerti. “kenapa sih?” tanyanya lagi
“Vin, aku mau ngomong berdua sama kamu. Bisa nggak?” tanya Sivia manja.
“wooo.. mau aja Vin, ayoo sana cepet udah ditungguin princess sivia tuh!!” suruh Patton sambil mendorong tubuh alvin agar mau berdiri.
Alvin menggaruk belakang telinganya, “ngomong apa?”
“halah Vin, banyak cingcong lu! Sana cepet!!” kata Cakka.
“iya, iya, kalian semua mah ga bisa diajak kompromi!” sunggut alvin.
“halah bilang aja loe mau juga kan vin!!” goda Rio.
Alvin mencibir, lalu berdiri dari duduknya. Kemudian Sivia menarik tangan alvin dan membawanya keluar dari kelas.
“Ciee… alvinnn…” koor anak-anak sekelas yang melihat pemandangan itu.
Sivia masih menggeret alvin ke suatu tempat. Alvin yang tak tau mau dibawa kemana, hanya mengikuti perintah Sivia. Sampai berada di suatu tempat yang tidak lain adalah belakang sekolah. sivia melepaskan genggaman tangannya. Alvin masih bingung di bawa ke tempat seperti ini (perasaan Alvin bingung mulu, sama kayak penulisnya bingung cerita ini mau dibawa kemana-nya armada)
“kenapa sih kita kesini Siv?” tanya alvin
Sivia hanya tersenyum.
Alvin makin bingung saja dengan jawaban Sivia yang hanya berupa senyuman.
“Siv, kamu tadi mau bilang apa?” tanya alvin –lagi-.
“emm… vin, denger-denger kamu belum punya pacar ya?” tanya sivia.
Alvin mengerutkan keningnya, sekali lagi dia dibuat bingung oleh Sivia. “hah? Pacar?”
“iya, kamu belum punya pacar kan?”
“i..i..iya sih. Emang kenapa?” kata dan tanya Alvin gugup.
Sivia tersenyum, “syukurlah deh” katanya lega.
“hah? Syukurlah?”
Sivia menganggukkan kepalanya.
“kamu mau bicara apa sih Siv?” tanya Alvin –lagi-lagi-.
“emm.. Vin karna kamu belum punya pacar…” Sivia tersenyum manis. “kamu mau gak jadi pacarku vin?” tanya sivia.
“APA?”
“aduh alvin, mangkanya dengerin dong kalau aku ngomong!!” sebel sivia.
“maaf deh, emang tadi bener ya?” tanya Alvin.
Sivia mengangguk, “jadi.. gimana?”
Alvin menghela nafas, “maaf Siv, lebih baik kita berteman saja deh. Aku rasa kita masih terlalu kecil untuk ngerasain yang kayak beginian!” kata Alvin pelan.
“tapi Vin, inikan hanya Cinta Monyet semata. Bukan buat serius!” kata Sivia.
“iya sih, tapi maaf aku gak bisa!” kata alvin sekali lagi.
“jadi.. gak ada harapan buat aku vin?”
Alvin menggeleng, “maaf, kita berteman saja….” Alvin berlari meninggalkan sivia sendirian di belakang sekolah.
^THE_END^
0 komentar:
Posting Komentar