Aku selalu mengingatmu. Selalu. Tak ada yang lain selain dirimu. Tapi kenapa begitu cepat kau meninggalkanku? Apakah ini semua karma yang aku dapatkan karena kesalahanku? Aku benar-benar khilaf. Seandainya aku punya mesin pemutar waktu, aku akan memperbaiki semua kesalahanku. Tidak sepatutnya aku menyakitimu. Padahal kau mencintaiku apa adanya. Tapi mengapa aku terlalu bodoh menjadi seorang laki-laki?
Siluet-siluet bayangan dirimu selalu teringat jelas di benakku. Aku tak bisa melupakanmu. Aku begitu bersalah atas apa yang aku perbuat untuk dirimu. Maafkan aku. Maaf. Tapi semua sudah terlambat. Hanya sesal yang selalu hadir dalam hidupku. Aku tak tau harus berbuat apalagi.
Semua tentangmu.
Selalu membekas di hati ini.
Cerita cinta kita berdua.
Akan selalu….
Semua kenangan tak mungkin bisa
Kulupakan, kuhilangkan….
Semua tentangmu. Sangat sulit untuk kulupakan. Kau terlalu indah untuk dilupakan. Dan kau terlalu berharga untuk dikenang. Hidupku begitu tak bermakna bila tak ada kau. Memang nasi sudah menjadi bubur. Semua yang berlalu tak mungkin terjadi lagi.
***
Hari ini, hari dimana semua air mata orang-orang yang menyayangimu tumpah. Bagaikan hujan deras yang tak ada hentinya. Dulu aku tak mempunyai keberanian mengunjungimu untuk yang terakhir kalinya. Dan itu adalah hal yang paling bodoh yang aku lakukan. Kenapa aku masih mementingkan ego-ku? Kenapa aku tak bisa menetralisir rasa ego-ku ini? Aku merasa bodoh! Bodoh! Bodoh! Dan bodoh! Dan sekarang? Aku seperti tak punya malu untuk mengunjunginya. Padahal aku tau, bahwa aku mungkin sudah tak berarti lagi di hidupmu. Tapi asalakan kamu tau, bahwa aku sampai sekarang masih mencintaimu. Meski kamu sudah tak ada di dunia ini lagi, tapi aku harap kau mengetahui perasaanku ini. semoga saja begitu.
Tergopoh-gopoh aku membawa buku yang akan aku kembalikan ke perpustakaan kampus. Aku sudah tak mempunya waktu lagi. Aku harus cepat mengembalikan buku-buku ini. Sehabis itu aku langsung ke makan. Aku ingin mengunjungimu pertama kali. Karena dulu-dulu aku masih belum kuat bila harus mengunjungi makammu. Maafkan aku.
“Hey Vin, kok buru-buru?” tanya Sivia. Aku berhenti sebentar dan menatap Sivia sekilas.
“Iya nih. Ada acara!” jawabku singkat. Tanpa memperdulikan Sivia yang menatapku aneh. Biar saja. Aku sudah tak punya waktu lagi.
***
Aku tak kuat lagi. Kucengkram batu nisan yang bertulisakan namanya. Aku tak kuat melihat nama indahnya tertulis di batu nisan itu. butiran-butiran bening berdesakkan keluar dari mataku. Aku tak mampu menahannya. Aku memang lemah. Aku payah!
Aku meletakan satu buket bunga mawar putih kesukaannya di atas gundukkan tanah itu. mungkin hanya ini dan cintaku yang bisa aku berikan. “Semoga kau suka.”
Karena sudah tak kuat lagi. Aku berdiri dari dudukku. Dan menghapus air mataku. Aku berbalik, tapi tiba-tiba saja ada yang memukul pipiku. Aku tersungkur kebelakang. Pipiku seketika perih dan ujung bibirku mengeluarkan darah. Aku mendongak, menatap seseorang yang telah memukulku itu.
“Masih punya muka lo kesini?” tanyanya angkuh. Dari pancaran matanya aku bisa melihat dia marah sekali kepadaku. Yah, mungkin dia masih belum memaafkanku. Bagaimana bisa memaafkanku bila aku tak pernah meminta maaf padanya? Aku terlalu takut bila dia akan membunuhku.
“Jawab hah?” dia menarik kerah kemejaku kuat. Aku pun bangkit dari tanah.
“Ma-Maafin gue....,” kataku terbata-bata. Sudah saatnya aku harus meminta maaf dengan orng ini.
“Apa? Maaf kata lo? Setelah apa yang lo lakuin sama dia lo Cuma bilang maaf? Lo punya hati gak sih?!” ya. Mungkin aku tak punya hati. Aku hanya bisa meminta maaf hanya itu taklebih. Padahal aku tau kesalahanku sangatlah besar.
“Gue ingetin sama lo ya! Pergi jauh-jauh. Jangan sekali-kali lo nginjekin kaki lo disini lagi lo itu gak pantes kesini! Kalau gue liat lo kesini lagi, gue gak akan segan-segan bunuh lo!” ancamnya. Kalau boleh jujur. Aku lebih baik mati daripada tak diijinkan kesini lagi.
“PERGI LO!” dia menyeretku hingga jauh dari pemakaman. Aku hanya bisa pasrah. Aku akan kesini lagi. Dan semoga saja dia tak akan tau aku kemari.
***
Aku benar-benar lelah. Setiap hari aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhanku disini. Aku disini hanyalah anak kost yang jauh dari orangtua. Orangtuaku ada di Malang. Dan aku tak ingin merepotkan mereka. Hingga aku berinisiatif untuk kerja sambilan. Itung-itung buat uang jajan.
Sepertinya ada yang mengalir dari hidungku. Aku menyentuh hdungku. Darah? Aku mimisan. Segera aku mengambil tisu dan membersihkan darah yang keluar dari hidungku. Kenapa aku bisa mimisan seperti ini? Padahal jarang sekali aku mimisan meski aku kelelahan. Entahlah aku juga tak tau.
Beberapa hari ini kondisiku memang kurang fit. sering sekali kepalaku sakit dan aku juga sering mimisan. Tapi aku tidak ada waktu untuk ke dokter. Biarkan sajalah. Mungkin aku memang kecapekan. Dan aku harus cukup istirahat kali ini.
Minggu ini aku tidak ada jadwal kuliah dan aku cuti sehari dari kerja sambilanku. Aku lelah sekali. Hingga aku tak memperhatikan kesehatanku. Aku makin kurus dan sering merasa sakit di kepalaku.
***
Aku mulai khawatir dengan kesehatanku sendiri. Meski sudah istirahat yang cukup, kondisiku tidak ada perubahan sama sekali. Aku bingung, sebenarnya aku terkena penyakit apa? Untuk memastikannya lebih jelas aku pergi ke dokter hari ini juga.
Setelah di periksa. Sambil menunggu hasil diagnosa, aku mampir ke kantin ruamh sakit dulu. Kebetulan aku belum makan siang kali ini. meski makanan rumah sakit gak seenak makanan restaurant tapi tak apalah daripada cacing-cacing ini meraung-raung dalam perutku.
Sepertinya sudah cukup. Setelah kenyang menyantap menu makan siangku yang tak lain adalah nasi pecel kesukaanku. Untung saja disini ada nasi pecel, daripada aku harus makan bubur lembek yang tawar mendingankan nasi pecel. Enak rasanya.
Aku beranjak dari kantin menuju ruang dokter. Mungkin sudah selesai.
Ckreeekk… bunyi decitan pintu ruangan dokter Riko—dokter yang memeriksaku tadi.
Dokter Riko tersenyum kearahku, aku membalasnya. Lalu duduk di kursi yang ada.
“Bagaimana dok?” tanyaku.
Dokter Riko menghela nafas, lalu menyerahkan hasi pemeriksaan padaku. Aku menelitinya, padahal aku tidak tau sama sekali sama yang beginian.
“Jadi, saya sakit apa dok?” tanyaku lagi.
“Begini, anda terkena penyakit Kanker darah stadium 3.”
Apa? Kanker Darah? Stadium 3? Separah itukah penyakitku. “Jadi apakah penyakit saya ini bisa sembuh dok?” tanyaku getir.
“Saya tidak bisa memastikan berapa lama anda akan bertahan. Semua itu kehendak-Nya. Tapi dalam ilmu kedokteran bisa dipastikan 1 bulan atau paling lama 2 bulan anda bisa bertahan.” (Sumpah aku ngawur banget. Aku gak tau yang kayak beginian. Soalnya aku pengen jadi dokter spesialis mata bukan dokter spesialis kanker! -,-")
Aku menghela nafas berat. Waktuku sudah tidak lama lagi. Mungkin ini karma atas perbuatanku padanya. Sekali lagi, maafkan aku.
“Pak Alvin. saya harap anda tidak lemah gara-gara penyakit ini. Memang penyakit ini adalah penyakit yang mematikan. Tapi ada cara untuk memperlambat kerja Kanker itu.”
“Caranya apa dok?”
“Dengan kemoterapi. Proses itu dilakukan selama 6 kali,” jelas Dokter Riko.
Kemoterapi? Apakah ini bisa berhasil? Entahlah! Sebenarnya aku tak ingin menjalankan Kemoterapi. Aku sudah pasrah. Toh tak ada gunanya aku hidup lagi bila hanya terbayang-bayang akan dirinya.
“Biayanya berapa dok?”
“Mungkin sekitar Rp. 15.000.000,- (ngawur lagi-.-v) untuk sekali kemo,” jelas Doker Riko.
15 juta? Mana punya aku uang sebanyak itu. kedua orangtua ku pun tak punya uang sebanyak itu. aku kuliah disini juga karena aku dapat beasiswa. Mangkanya aku tiap hari kerja paruhwaktu untuk meringankan beban kedua orangtua ku di Malang.
“Maaf dok. Mungkin saya harus berpikir terlebih dahulu kalau masalah kemoterapi.”
Dokter Riko mengangguk, “baiklah ini obat yang haru kamu tebus. Dan pertimbangkan lagi tentang kemoterapi itu!”
“Baik dok. Terimakasih,” kataku sambil mengambil resep yang harus aku tebus. Dan segera menebus obatnya diapotik.
***
Aku berjalan menuju makamnya sambil menenteng buket bunga mawar putih. Aku tidak takut dengan ancaman lelaki waktu itu. toh umurku sudah tidak akan lama lagi. Aku tak akan menyia-nyiakan waktuku untuk berkunjung ke makam cinta sejatiku. Meski aku telah menyakiti hatinya.
“Hay sayang. Bagaimana kabarmu? Aku harap kau baik-baik saja disana. Mungkin tak lama lagi aku akan menjemputmu. Aku janji disana aku akan menebus semua kesalahanku padamu. Jadi tunggu aku disana ya. Aku harap kamu tidak membenciku, meski aku sadar perbuatan yang aku perbuat padamu sangatlah menyakitkan untukmu. Tapi disana aku akan mengilangkan rasa sakit yang mungkin masih membekas dihatimu.
“Kamu tau gak sayang. Aku sangat mencintaimu. Benar-benar mencintaimu. Maafkan aku atas kesalahanku dahulu. Aku khilaf. Andaikan kamu tau, dihatiku tak ada yang lain selain dirimu. Selalu untuk selamanya,” kataku.
Aku meletakkan buket mawar putih itu diatas gundukkan tanah. Aku mengelus batu nisan yang bertuliskan namanya. Nama yang sangat indah. Indah sekali seperti pemiliknya. Sayang, pemilik nama itu sudah tak ada lagi di dunia ini.
“I Love You, Agni Tri Nuwati. Sampai ketemu di sana. Tunggu aku….,” kataku samil tersenyum. Lalu bergegas dari dudukku. Sudah cukup kunujunganku ke makamnya.
BUKK
Satu bogem mentah mendarat dipipiku. Lagi-lagi lelaki itu.
“Mau apa lo kesini?” tanyanya geram.
BUKK
Sekarang bogem itu beralih keperutku. Darah segar menyembur dari mulutku. Aku tersungkur. Punggungku mengenai batu nisan sangat keras. Membuatku meringis kesakitan. Tapi lelaki dihadapanku ini masih beringas. Dia tetap memukuliku. Hingga aku lemah tak berdaya. Pananganku berkunang-kunang dan aku pun tak sadarkan diri.
***
Tempat apa ini? semuanya serba putih. Sunyi, seperti tidak ada kehidupan. Aku mengedarkan seluruh pandanganku. Mencari sebuah kehidupan. Tapi nihil, di sini sangat sepi sekali. Sebenarnya ini tempat apa?
“Hai,” tiba-tiba saja ada yang menepuk salah satu pundakku dari belakang. Sontak aku menoleh kearahnya.
“Agni!” kataku kaget. Aku benar-benar kaget. Tak menyangka aku bisa bertemu dengannya lagi.
Agni—orang yang menepuk pundakku—tersenyum. Senyum khasnya yang sangat manis. Aku tak kuasa untuk memeluk gadis dihadapanku ini. “Akhirnya kita bertemu juga!”
Lagi-lagi Agni hanya tersenyum.
“Ag, maafin semua kesalahanku. Aku mohon… aku bener-bener khilaf udah ngelakuin itu. maafin aku…,” kataku berulang-ulang. Aku tak akan melewatkan kesempatan untuk meminta maaf kepadanya.
Agni mengangguk.
Aku tersenyum dan memeluknya lagi. Erat. Aku tak ingin melepasnya lagi.
“Alvin kamu mau ikut aku apa pulang?” tanyanya. Aku melepas pelukanku, dan menatap wajahnya lekat-lekat.
“Aku ikut kamu Ag,” jawabku.
“Beneran? Nanti orangtua kamu gimana?”
“Emm… bener juga ya. Tapi aku gak bisa hidup tanpamu Ag. Aku mau ikut kamu, boleh kan?” tanyaku.
“Boleh kok. Tapi kamu pamitan dulu deh. Gak enak aku sama mama papa kamu.” Agni mengelus pipiku.
Aku mengangguk, “Sip Ag. Tapi aku ikut kamu kan?”
Agni mengangguk. “Iya.”
Lalu Agni mulai menjauh. aku coba unutk menggapainya, namun tak bisa. Pandanganku pun mulai kabur.
***
Tiba-tiba saja aku merasa kepalaku sakit sekali. Aku mencoba membuka mataku. Tempat yang serba putih yang aku lihat. Aku yakin bahwa temat ini adalah rumah sakit. Bau-nya tidak bisa bohong, bau obat-obtan yang menyengat hidungku. Disekeliling tempatku berbaring aku melihat kedua orangtuaku yang menangis dan lelaki yang membuatku babak belur di makam Agni. dia seperti merasa bersalah sekali.
“M-Ma-Mama…,” kataku terbata-bata.
Mamaku memelukku dan menangis. “Alvin… jangan tinggalin mama nak.”
Mama… aku jadi semakin tak tega meninggalkan mama. Tapi, aku sudah tak kuat lagi untuk menahan rasa sakit ini dan tinggal bersama Agni. aku harus bagaimana? Tuhann… berilah aku jawaban atas segala kegundahanku.
“Alvin kamu gak apa-apa nak,” kata Papa-ku. Di nadanya, papaku tidak ingin aku meninggalkannya secepat itu.
Aku mengangguk. Lalu kepalaku sakit lagi. Serasa mau pecah. Aku sudah tak kuat lagi. Aku memandang kearah mama dan papaku, “Ma, pa, ma-maaf-in Al-Alvin ya… ba-baik di… sini. Al-Alvin ma-mau… per-per-gi…” tiba-tiba saja aku sudah tak sadarkan diri.
***
Aku menganggandeng tangan Agni. di tempat ini, aku dan Agni bisa bersatu lagi. Semoga saja tak akan ada yang memisahkan kita lagi. Karena kita yakin, cinta sejati akan bertahan sampai kapanpun.
FIN~~~




0 komentar:
Posting Komentar